Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2010

Yurisprudensi MARI No. Reg. : 30 K/Pdt/1995 Tanggal putusan : 9 Februari 1998 TENTANG PEMBAGIAN HARTA WARIS

oleh Sumargi Sh Mh MAJELIS HAKIM AGUNG 1. H. YAHYA, SH. 2. Drs. H. TAUFIQ, SH. 3. H. CHABIB SJARBINI, SH. Klasifikasi : W a r i s a n KAIDAH HUKUM “Amar putusan Pengadilan Tinggi Bandung yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Karawang kurang lengkap/tepat sehingga memerlukan pertimbangan, yaitu: − Pada amar putusan Pengadilan Tinggi Bandung poin 5. − Bahwa bagian masing-masing ahli waris laki-laki dan perem-puan ditentukan sama disesuikan dengan tingkat keahliwaris-an masing-masing dari almarhum Mungkus bin Jamilin” DUDUK PERKARANYA : Bahwa almarhum Mangkus bin Jamilin selain meninggalkan hartawarisan yang belum dibagi, juga meninggalkan para ahli waris.Bahwa menurut hukum harta-harta peninggalan almarhum Mungkusbin Jamilin seharusnya dibagikan kepada ahli warisnya, akan tetapiorang tua Tergugat asli I dan orang tua Tergugat asli II sampaidengan Tergugat VI, yaitu Dodot bin Mungkus dan Empong binMungkus begitu pula para Tergugat asli tidak mau membagikannya. PERTIMBANGAN HU

KONTRADIKSI TERHADAP ASAZ PEMBUKTIAN TERBALIK

Asas pembuktian terbalik sempat mencuat dan menjadi perdebatan panjang dimasa Pemerintahan Gus Dur (Wong Asli Jombang ). Ketika itu, Gus Dur mengajukan draft Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) mengenai pembuktian terbalik, dalam penanganan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Namun berbagai kalangan merasa pesimis, akibat anggapan bahwa asas pembuktian terbalik melanggar hak-hak dasar seseorang yang dibentengi oleh asas praduga tak bersalah (presumption of innocence). Meski disambut terbuka dari berbagai pihak, namun Perpu ini akhirnya dibatalkan. Upaya yang sama juga pernah dilakukan oleh KPK. Untuk mempercepat pemberantasan korupsi, KPK mengusulkan penggunaan asas pembuktian terbalik pada tahun 2004 silam. Akan tetapi, hingga saat ini usulan tersebut kunjung tidak terealisasi. Banyak factor yang kemudian menjadi hambatan dalam upaya memasukkan mekanisme pembuktian terbalik dalam system hukum kita, antara lain : Pertama, bahwa kewajiban beban pembuktian terbalik

PENTINGNYA MEMAHAMI MAKNA DARI PASAL 183 KUHAP DIHUBUNGKAN PULA DENGAN PENGERTIAN DARI BARANG BUKTI

Latar Belakang Masalah Kepolisian dan Kejaksaan merupakan suatu alat Negara dibidang Penegakan Hukum, sedangan Lembaga Peradilan yang Pengadilan adalah merupakan suatu pelaksana dari suatu Per Undang-unadang yang ada Di suatu Negara, Perundang-undangan adalah suatu peraturan yang berisi tentang larang maupun perintah dimana hal tersebut dikuti pula dengan adanya beberapa sanksi, Perundang-undangan adalah merupakan Produk dari Pemerintaha beserta DPR, DPRD. Selain Perundang-undangan yang secara tegas mengatur tentang larangan dan / atau perintah ( Mis. KUHP, UU Korupsi, UU Perlindungan Anak, Perda dll ), ada juga produk lain yang mengatur bagaimana cara menjalankan Undang-undang dimaksud, salah satunya lajim disebut dengan KUHAP ( KItab Undang-undang Hukum Acara Pidana ), HIR dll., Sebagai dasar pelaksana Penegakan Hukum, baik itu pihak Kepolisian, Kejaksaan, KPK dan Peradilan, mereka mempunyai fisi dan misi yang sama yaitu ining menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman di dal