Akil Mochtar : Atasi Perseteruan, MK Sarankan Revisi UU Advokat
“Pilihan sistem single bar atau multi bar association hanya bisa dilakukan lewat revisi Undang-Undang Advokat.”
Hukumonline Meskipun Mahkamah Konstitusi (MK) telah beberapa kali memutus pengujian UU No 18 Tahun 2003, terutama isu wadah tunggal advokat, perseteruan antar organisasi advokat masih terasa. Masing-masing organisasi mengklaim sebagai pihak yang paling benar. Setidaknya, itulah yang dirasakan Ketua DPP Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Todung Mulya Lubis usai beraudiensi dengan Ketua MK Mahfud MD di ruang kerjanya, Senin (13/2).
Dikatakan Todung, perseteruan organisasi advokat masih terus terjadi, bahkan di internal organisasi. Dalam perpecahan demikian, yang menjadi ‘korban’ bukan hanya advokat, tetapi juga pencari keadilan. Masyarakat dibuat bingung akibat perseteruan organisasi advokat.
“Selain curhat, kita juga berdiskusi dengan MK soal perseteruan organisasi advokat untuk mencoba mencari jalan keluar yang bijaksana untuk mengatasi perseteruan organisasi advokat ini. Ini sangat merugikan pencari keadilan dimana-mana,” kata Todung.
Mahkamah Konstitusi bukan satu-satunya lembaga negara yang didatangi. Sebelumnya, DPP IKADIN pimpinan Todung sudah bersilaturahmi ke Kejaksaan Agung, dan Komisi Yudisial.
Todung menuturkan, MK telah beberapa kali membuat putusan pengujian UU Advokat sesuai pasal-pasal yang dimintakan judicial review. Advokat senior ini percaya Mahkamah bisa menyelesaikan masalah perpecahan organisasi advokat.
“Tentunya, MK mempunyai komitmen untuk ikut membantu mencari jalan keluar penyelesaian dalam kemelut di tubuh organ advokat,” harap Todung.
Todung menilai kemelut berkepanjangan dalam tubuh organisasi advokat tidak sehat bagi penegakan hukum di Indonesia. “IKADIN sendiri mempersoalkan organisasi advokat yang lain karena IKADIN ikut bertanggungjawab dalam memajukan organisai advokat. Karena itu, IKADIN mengajak semua organ advokat untuk mencari jalan keluar,” ajaknya.
Mahkamah, seperti dikutip Todung, menyadari fakta betapa sulitnya menyatukan para advokat ke dalam wadah tunggal. “Ini disadari oleh MK. Makanya, MK menilai bahwa Undang-Undang Advokat sudah out of date. Sudah waktunya mengalami perubahan,” katanya.
Tanpa mengubah UU Advokat, perseteruan dalam tubuh organisasi advokat mungkin akan terus terjadi. “Bagaimana cara agar UU Advokat ini dapat diubah, ini persoalan. Tetapi yang terpenting jangan pencari keadilan yang dikorbankan dengan semua ini (perseteruan advokat),” tegasnya.
IKADIN sepakat revisi UU Advokat merupakan salah satu jalan keluar dalam jangka panjang. Persoalannya, perubahan Undang-Undang Advokat butuh waktu yang cukup lama.
“Seharusnya, organisasi advokat yang ada tidak mengedepankan egonya masing-masing. Namun, yang kita inginkan perlu ada satu jalan keluar atau titik temu agar semua pihak terakomodasi dan dapat saling berkompetisi,” ujarnya.
Juru Bicara MK, M Akil Mochtar menegaskan bahwa putusan MK tentang pengujian UU Advokat sudah cukup banyak terkait perseteruan organisasi advokat ini. Putusan-putusan itu sudah menunjukkan sikap Mahkamah. Sehingga, kata Akil, secara kelembagaan MK tidak mengajukan usulan solusi baru kecuali revisi peraturan.
“Tadi IKADIN menggambarkan realitas pecahnya organisasi advokat. Artinya, dalam posisi MK, kami tak punya jalan keluarnya untuk menyelesaikan konflik organisasi advokat. Kami kan sudah menjawab lewat putusan pengujian UU Advokat,” kata Akil.
MK menyarankan penyelesaian perseteruan organisasi advokat dilakukan melalui revisi UU Advokat. Mahkamah tidak punya kewenangan untuk menentukan apakah organisasi advokat single bar atau multi bar association.
“Itu pilihan politik pembentuk Undang-Undang karena konstitusi tak mengatur itu. Makanya, kita tadi bilang cobalah melakukan pendekatan dengan pemerintah dan DPR untuk mendorong revisi UU Advokat ini, apalagi mereka punya draftnya, ini saran kita,” kata Akil.
Perseteruan antar organisasi advokat terus terjadi. Salah satu perbedaan pendapat adalah mengenai Surat Ketua Mahkamah Agung (SKMA) No. 089/KMA/VI/2010 tertanggal 25 Juni 2010. SKMA itu memerintahkan Ketua PT se-Indonesia untuk mengambil sumpah calon advokat yang diusulkan PERADI sebagai satu-satunya wadah tunggal organisasi advokat yang disepakati antara KAI dan Peradi.
Namun, belakangan, Ketua KAI Indra Sahnun Lubis menolak kesepakatan yang ditandatangani pada 24 Juni 2010 itu. Gara-gara surat itu sejumlah calon advokat di luar PERADI tak bisa disumpah di Pengadilan Tinggi dan mengalami kesulitan beracara di persidangan. Perseteruan bukan hanya KAI versus PERADI.
Organisasi bernama IKADIN pun pecah, yang satu di bawah kepimpinan Otto Hasibuan, dan satu lagi di bawah kepemimpinan Todung Mulya Lubis. Belum lain organisasi advokat mengklaim diri sebagai wadah tunggal organisasi advokat sebagamana dimaksud UU Advokat.
Sumber: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f38eb5bedb90/atasi-perseteruan-mk-sarankan-revisi-uu-advokat
Ada 5 (Lima) Macam Meta Norma 1. Norma pengakuan (norma perilaku mana yang di dalam masyarakat hukum tertentu harus dipatuhi, misalnya larangan undang-undang berlaku surut); 2. Norma perubahan (norma yang menetapkan bagaimana suatu norma perilaku dapat diubah, misalnya undang-undang tentang perubahan); 3. Norma kewenangan (norma yang menetapkan oleh siapa dan dengan melalui prosedur yang mana norma perilaku ditetapkan dan bagaimana norma perilaku harus diterapkan, misalnya tentang kekuasaan kehakiman). 4. Norma definisi; dan 5. Norma penilaian. “ISI NORMA MENENTUKAN WILAYAH PENERAPAN” “ISI NORMA BERBANDING TERBALIK DENGAN WILAYAH PENERAPAN” Dalil di atas menyatakan bahwa semakin sedikit isi norma hukum memuat ciri-ciri, maka wilayah penerapannya semakin besar. Sebaliknya, semakin banyak isi norma hukum memuat ciri-ciri, maka wilayah penerapannya semakin kecil. Perumusan norma hukum digantungkan pada pembentuk peraturan, apakah akan memuat banyak ciri-ciri atau tidak. J
Komentar
Posting Komentar