Langsung ke konten utama

KEPUTUSAN KOMISI FATWA MUI ttg BEBERAPA JENIS HARTA BENDA YANG WAJIB DIZAKATI

KEPUTUSAN KOMISI FATWA MUI DKI JAKARTA
Nomor: 02/Fatwa/MUI-DKI/I/2000
BEBERAPA JENIS HARTA BENDA
YANG WAJIB DIZAKATI

DISUNUTING OLEH : M. Sholahuddin, SH


Bismillahirrahmanirrahim

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Propinsi DKI Jakarta dalam rapatnya pada tanggal 12 Januari 2000 yang membahas tentang Beberapa Jenis Harta Benda yang Wajib Dizakati, setelah:

• Menimbang:
1. Bahwa zakat adalah rukun Islam ketiga yang berbentuk ibadah maliyah ijtima'iyyah (berdimensi ekonomi dan sosial) yang memiliki fungsi dan peranan sangat strategis dalam syari'at Islam.

2. Bahwa zakat tidak hanya berfungsi untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT, tetapi juga menjadi sarana untuk membersihkan jiwa manusia dari sifat-sifat yang tercela seperti kikir, rakus dan egois, serta membersihkan harta benda dari percampuran hak milik para mustahiq zakat. Di samping itu, zakat juga dapat memberikan solusi terhadap problema kemiskinan yang menimpa umat manusia, meme¬ratakan pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan masya¬rakat, bangsa dan negara.

3. Bahwa di dalam al-Qur'an, perintah untuk membayar zakat dise¬but¬¬kan sebanyak 32 kali dan sebagian besar disebutkan beriringan dengan perintah untuk mendirikan shalat. Bahkan, jika digabung dengan perintah untuk memberi shodaqah, infaq untuk kebaikan dan anjuran memberi makan kepada fakir miskin, mencapai 115 kali. Sementara itu kata-kata shalat (dalam segala bentuknya baik dalam bentuk kata benda mau¬pun kata kerja), hanya disebut sebanyak 67 kali, puasa (shiyam/shaum) 13 kali dan haji 10 kali. Hal ini menunjukkan, kesa¬lehan sosial yang dimanifestasikan dalam bentuk peme¬nuhan membayar zakat, infaq dan shadaqah tidak kalah pentingnya dibanding dengan kesalehan individual yang dima¬nifes¬tasikan dalam bentuk pelaksanaan ibadah shalat, puasa dan haji.

4. Bahwa pada zaman dahulu, -- sebagaimana tertulis dalam kitab-kitab fiqh klasik-- jenis harta benda yang wajib dizakati sangat terbatas sehingga jika diterapkan apa adanya, banyak harta benda yang mun¬cul pada masa kini tidak wajib dizakati.

5. Bahwa pada zaman modern sekarang ini, telah muncul berbagai jenis harta benda baru yang sangat potensial dalam menghasilkan kekayaan dalam jumlah besar yang belum dijelaskan ketentuan zakatnya secara sharih (jelas) dalam al-Qur'an, as-Sunnah dan kitab-kitab fiqh klasik sehingga memerlukan fatwa para ulama.

6. Bahwa masih banyak harta benda yang belum dikenakan zakat karena masih terbatasnya pengertian umat Islam tentang jenis harta benda yang wajib dizakati.

7. Bahwa untuk memberikan pemahaman kepada umat Islam tentang jenis harta benda yang wajib dizakati, MUI Propinsi DKI Jakarta memandang perlu untuk mengeluarkan Fatwa tentang Beberapa Jenis Harta Benda yang Wajib Dizakati.
• Mengingat:
1. Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga Majelis Ulama Indo¬nesia (PD/PRT MUI)

2. Pokok-Pokok Program Kerja MUI Propinsi DKI Jakarta tahun 2000 - 2005
3. Pedoman Penetapan Fatwa MUI

• Memperhatikan:
Saran dan pendapat para ulama peserta rapat Komisi Fatwa Maje¬lis Ulama Indonesia (MUI) Propinsi DKI Jakarta pada tanggal 12 Ja¬nu¬ari 2000 yang membahas tentang Beberapa Jenis Harta Benda yang Wajib Dizakati.

• Memutuskan:
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT dan memohon ridla-Nya memfatwakan sebagai berikut:

1. Bahwa jenis-jenis harta benda yang wajib dizakati pada zaman modern sekarang ini, sebagaimana disampaikan oleh Prof. Dr. Muhammad Yusuf al-Qardlawi dalam kitabnya "Fiqh az-Zakat"adalah sebagai berikut:

a. Adz-Dzahab wa al-Fiddlah, yakni emas dan perak, termasuk batu permata, intan, berlian dan logam mulia.
b. Ats-Tsarwah al-Hayawaniyah (Kekayaan yang berupa hewan). Hal ini tidak terbatas pada onta, sapi (kerbau) dan kambing (domba), tetapi meliputi seluruh hewan yang halal diternakkan, termasuk ayam ternak, itik ternak, dan burung ternak yang diperdagangkan.
c. Ats-Tsarwah az-Ziro'iyyah (Kekayaan hasil pertanian). Hal ini tidak hanya terbatas pada padi, jagung, gandum, anggur dan korma saja, tetapi meliputi seluruh hasil pertanian yang bernilai ekonomis dan dapat diperdagangkan. Seperti cengkeh, tebu dan palawija.
d. Ats-Tsarwah at-Tijariyah, meliputi seluruh barang-barang yang sah dan dapat diperdagangkan.
e. An-Nuqud (mata uang/uang kertas). Seperti uang rupiah, ringgit, dolar, riyal dan dinar. Termasuk uang simpanan, tabungan, depo¬sito, dan surat-surat berharga.
f. Al-Muntajat al-Hayawaniyah wa az-Zira'iyyah (Barang yang dipro-duksi/dihasilkan oleh hewan atau dari tumbuh-tumbuhan). Seperti susu, madu lebah, gula dan permen.
g. Ats-Tsarwah al-Ma'daniyah wa al-Bahriyah (Kekayaan yang berupa hasil pertambangan dan hasil laut). Seperti minyak, mineral, batubara, ikan dan tambak udang.
h. Al-Mustaghallat (Kekayaan yang berupa hasil industri dan perusahaan). Seperti industri mobil, properti, tekstil, garmen, industri pariwisata, penyewaan hotel, losmen, motel, rumah, ruko dan sebagainya.
i. Kasb al-'Amal wa al-Minhah al-Hurrah (gaji, honorarium, upah, ko¬misi, uang jasa, hadiah dan sebagainya), yang lazim dikenal dengan zakat profesi.
j. Al-Asham wa as-Sanadat (Saham dan Promes/Surat Perjanjian Utang).

Adapun dasar hukum atas wajibnya zakat beberapa jenis harta benda di atas adalah sebagai berikut:

a. Firman Allah SWT dalam surat at-Taubah ayat 103:

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ(103)

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo`alah untuk mereka. Sesungguhnya do`a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. At-Taubat, 9:103

b. Firman Allah SWT dalam surat adz-Dzariyat ayat 19:

وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ(19)

Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bahagian. Az-Zariat, 51:19.

c. Firman Allah SWT dalam al-Baqarah ayat 267 - 268:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ(267)الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ(268)

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau meng¬ambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. Al-Baqarah, 267-268

d. Firman Allah SWT dalam Surat al-Hasyr ayat 8:
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ (7)

Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Al-Hasyr, 59:7

e. Firman Allah SWT dalam surat al-Nur ayat 56:
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ(56)

Dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan ta`atlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat. An-Nur, 24:56

f. Firman Allah SWT dalam surat al-Ma'arij ayat 19-23:

إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا(19)إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا(20)وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا(21)إِلَّا الْمُصَلِّينَ(22) الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ دَائِمُونَ(23)وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ(24)لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ(25)

Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), Al-Ma’arij, 70:19-25.

g. Firman Allah SWT dalam surat at-Taubah ayat 34-35:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ(34) يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ(35)

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu". At-Taubah, 9:34-35.

h. Sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan al-Imam ath-Thabrani, sebagai berikut:

إِنَّ اللهَ اِفَتَرَضَ عَلَى أَغْنِيَاءِ الْمُسْلِمِيْنَ صَدَقَةً تُغْنِى فُقَرَاءَ هُمْ وَلَنْ تُوْجَدَ الْفُقَرَاءُ جاَعُــْوا أَوْ عَرَوْا إِلاَّ بِماَ يَصْنَعُ أَغْنِيَاؤُهُمْ. أَلاَ وَإِنَّ اللهَ سَيُحاَسِبُهُمْ حِساَباً شَدِيْداً أَوْ يُعَذِّبُهُمْ عَذاَباً أَلِيْماً (رواه الطبراني)

"Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan zakat kepada orang-orang muslim yang kaya, yang dengan zakat tersebut diharapkan dapat menanggulangi (mencukupi) kebutuhan orang-orang fakir miskin. Apabila ada orang-orang miskin yang menderita kelaparan atau tidak memiliki pakaian, maka hal itu semata-mata karena ulah orang-orang kaya yang tidak mau membayar zakat. Ingatlah sesungguhnya Allah SWT akan menghisab dan menyiksa mereka dengan siksa yang pedih".

i. Pendapat sahabat Abdullah ibnu Abbas, Abdulllah ibn Umar, Mujahid, Atho', Ikrimah Sa'ib ibnu Jabir, Muhammad ibn Ka'ab, al-Hasan, Qotadah, al-Qasim, Salim, Atho' al-Khurasa-ni, ar-Rabi' ibn Anas dan para pakar tafsir lainnya, bahwa yang dimaksud "al-'afwu (العفو)" dalam surat al-Baqarah ayat 219 adalah "al-fadlu (الفضل)" atau harta benda yang melebihi kebutuhan primer. Berdasarkan penafsiran para pakar tafsir di atas dapat disimpulkan, bahwa harta benda yang wajib dizakati adalah harta benda yang melebihi kebutuhan primer.

j. Pendapat Abdullah ibn Mas'ud, Abdullah ibn Abbas, ath-Thariq dan al-Baqir, bahwa seseorang yang memiliki harta benda yang telah mencapai satu nishab, seketika itu wajib membayarkan zakatnya sebesar 2 ½ %.

k. Pendapat Dr. Mohmmad Yusuf al-Qardlawi, bahwa pengertian "al-amwal (الأموال)" yang disebutkan di dalam ayat-ayat al-Qur'an dan hadits-hadits Nabi Muhammad SAW adalah; segala sesuatu yang disenangi manusia untuk dimiliki dan dipelihara, seperti onta, sapi, domba, tanah, pohon kurma, emas dan perak. Hanya saja, pada umumnya orang-orang desa mengartikan "harta benda (المال)" dengan binatang ternak, sedangkan orang kota mengartikannya dengan emas dan perak. Pengertian ini sejalan dengan pendapat Ibnu Atsir yang mengatakan, bahwa pada mulanya pengertian "harta benda (المال)" adalah emas dan perak yang dimiliki oleh seseorang. Akan tetapi pengertian tersebut berkembang meliputi segala sesuatu yang dimiliki dan dipelihara oleh seseorang.5

2. Pendapat para pakar hukum Islam (fuqaha'). Mereka berbeda pendapat tentang definisi "harta benda (المال)" menurut tinjauan syari'at Islam. Menurut para ulama madzhab Hanafi, pengertian "harta benda (المال)" adalah segala sesuatu yang dapat diperoleh, dikuasai dan dimanfaatkan menurut cara yang biasa. Sementara itu para ulama madzhab Syafi'i, Maliki dan Hambali memberikan definis, bahwa "harta benda (المال)" adalah segala sesuatu yang mengandung nilai manfaat (nilai komersial). Sehubungan dengan pendapat para ulama madzhab Syafi'i, Maliki dan Hambali di atas, maka para pakar hukum positif (ahli perundang-undangan) memasukkan segala sesuatu yang mengandung nilai manfaat (nilai komersial) seperti hak cipta, hak paten dan sebagainya ke dalam pengertian "harta benda (المال)". Dengan demikian, pengertian "harta benda (المال)" menurut para pakar hukum positif lebih luas dibanding pengertian "harta benda (المال)" menurut pakar hukum Islam. Sungguh pun demikian, menurut hemat kami (Dr. Mohmmad Yusuf al-Qardlawi) definisi "harta benda (المال)" yang dirumuskan oleh para ulama madzhab Hanafi lebih sesuai dengan definisi yang dirumuskan oleh para pakar bahasa dan lebih memungkinkan untuk diaplikasikan pada nash-nash al-Qur'an dan Hadits tentang zakat. Karena harta benda yang kongkret lah yang dapat diambil, dibagi-bagikan dan diserahkan kepada para mustahiq atau disimpan di Baitul Mal. Sementara itu, hak-hak yang mengandung nilai komersial seperti hak cipta dan hak paten tidak dapat diperlakukan seperti itu7.

3. Beberapa jenis harta yang wajib dizakati di atas, dapat berbentuk hal-hal sebagai berikut:

a. Usaha-usaha untuk mengembangkan modal seperti:

1). Jual beli rumah, membeli rumah untuk disewakan atau dikontrakan dan lain-lain.
2). Perusahaan alat transportasi; taxi, bis kota, dan lain-lain.
3). Menanam tanam-tanaman dan atau pertanian untuk diperdagangkan hasilnya, seperti cengkeh, durian, duku, salak, tanaman anggrek, dan lain-lain.
4). Perdagangan hasil-hasil laut, seperti ikan, mutiara, dan lain-lain.
5). Usaha-usaha perindustrian seperti pabrik mobil, pabrik minuman dan lain-lain.
6). Usaha-usaha dalam industri kepariwisataan, seperti hotel, motel dan lain-lain.

Catatan: Nishab dan haul point 1 s/d 6 sama dengan nishab dan haul tijaroh, kecuali jika modal usaha tersebut digunakan untuk membeli rumah atau toko atau benda lain yang dikembangkan dengan cara dikontrakkan atau disewakan dan tidak diperdagangkan, maka zakatnya harus dibayarkan ketika menerima uang sewaan atau kontrakan jika uang kontrakan atau sewaan yang diterima telah mencapai nishab. Adapaun prosentase zakat yang harus dibayarkan adalah 2½% dari jumlah uang yang diterima.

b. Gaji/Honor/Jasa/Komisi:

1). Gaji, honor atau pendapatan lain yang bersifat tetap; serta komisi, jasa dan pendapat-an lain yang tidak tetap yang diperoleh secara halal, apabila waktu penerimaannya cukup senishab (senilai dengan harga 96 gram emas), maka wajib dibayarkan zakatnya pada waktu menerima, tanpa menunggu haul. Pendapat ini disampaikan oleh Sahabat Abdullah ibn Abbas, Abdullah ibn Mas'ud, Atho, Bakir, dan Thariq.

2). Gaji, honor atau pendapatan lain yang bersifat tetap; serta komisi, jasa dan pendapatan lain yang tidak tetap yang diperoleh secara halal, apabila pada waktu penerimaannya belum cukup satu nishab (senilai dengan harga 96 gram emas), tetapi setelah dipotong kebutuhan harian primer masih tersisa, maka apabila jumlah sisanya dalam setahun cukup senishab wajib dikeluarkan zakatnya 2½%.

c. Perhiasan wanita:

1). Perhiasan wanita (emas, perak, mutiara, berlian dan lain-lain) yang telah cukup nishab, jika dimaksudkan semata-mata untuk perhiasan kaum wanita secara wajar, hukum zakatnya adalah khilaf; ada ulama yang mewajibkan dan ada pula yang tidak mewajibkan.

2). Perhiasan wanita (emas, perak, mutiara, berlian dan lain-lain) yang telah cukup nishab, jika dimaksudkan untuk investasi, atau menyimpan kekayaan wajib dikeluarkan zakatnya, jika telah cukup haul.

4. Bahwa maksud dan tujuan zakat yang terutama adalah untuk hal-hal sebagai berikut:

a. Membersihkan harta kekayaan dari percampuran harta yang haram atau syubhat, karena di dalamnya terdapat hak orang lain.
b. Menghapuskan kemiskinan yang mudah menarik manusia ke jalan yang sesat, seperti hasad, dendam, dan benci.
c. Membersihkan jiwa orang-orang yang kaya dari penyakit kikir, tamak, rakus, egoistis, dan ketiadaan rasa belas kasihan serta kesetiakawanan terhadap sesama muslim dan atau manusia pada umumnya.
d. Menumbuhkan rasa persaudaraan dan kesetiakawanan sesama muslim.
e. Menumbuhkan kekayaan orang yang membayar zakat dengan ikhlas.
f. Memeratakan kemakmuran dan kesejahteraan, serta menghindarkan penumpukan kekayaan di tangan segolongan kecil manusia.
g. Melepaskan masyarakat muslimin dari keterbelakangan dalam bidang keharta-bendaan yang mengakibatkan keterbelakangan di segala bidang kehidupan.

4. Komisi fatwa MUI propinsi DKI Jakarta mengharapkan kepada para ulama, muballigh dan da'i agar meningkatkan kesadaran umat Islam dalam membayar zakat.

Jakarta, 12 Januari 2000 M.
5 Syawwal 1420 H.


KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA DKI JAKARTA

Ketua, Sekretaris,
ttd. ttd.


Prof. KH. Irfan Zidny, MA KH. Drs. M. Hamdan Rasyid, MA


Mengetahui,
DEWAN PIMPINAN MUI DKI JAKARTA


Ketua Umum, Sekretaris Umum,
ttd. ttd.


KH. Achmad Mursyidi Drs. H. Moh. Zainuddin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NORMA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Ada 5 (Lima) Macam Meta Norma 1. Norma pengakuan (norma perilaku mana yang di dalam masyarakat hukum tertentu harus dipatuhi, misalnya larangan undang-undang berlaku surut); 2. Norma perubahan (norma yang menetapkan bagaimana suatu norma perilaku dapat diubah, misalnya undang-undang tentang perubahan); 3. Norma kewenangan (norma yang menetapkan oleh siapa dan dengan melalui prosedur yang mana norma perilaku ditetapkan dan bagaimana norma perilaku harus diterapkan, misalnya tentang kekuasaan kehakiman). 4. Norma definisi; dan 5. Norma penilaian. “ISI NORMA MENENTUKAN WILAYAH PENERAPAN” “ISI NORMA BERBANDING TERBALIK DENGAN WILAYAH PENERAPAN” Dalil di atas menyatakan bahwa semakin sedikit isi norma hukum memuat ciri-ciri, maka wilayah penerapannya semakin besar. Sebaliknya, semakin banyak isi norma hukum memuat ciri-ciri, maka wilayah penerapannya semakin kecil. Perumusan norma hukum digantungkan pada pembentuk peraturan, apakah akan memuat banyak ciri-ciri atau tidak. J

DIFINISI SURAT KUASA DAN SYARAT-SYARATNYA PEMBEUATAN SURAK KUASA KHUSUS

Penggunaan surat kuasa saat ini sudah sangat umum di tengah masyarakat untuk berbagai keperluan. Awalnya konsep surat kuasa hanya dikenal dalam bidang hukum, dan digunakan untuk keperluan suatu kegiatan yang menimbulkan akibat hukum, akan tetapi saat ini surat kuasa bahkan sudah digunakan untuk berbagai keperluan sederhana dalam kehidupan masyarakat. Apa sebenarnya definisi surat kuasa ? * Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga keluaran Balai Pustaka mendefinisikan surat kuasa sebagai “Surat yang berisi tentang pemberian kuasa kepada seseorang untuk mengurus sesuatu”. * Gramatikal bahasa Inggris, definisi surat kuasa atau Power of Attorney adalah sebuah dokumen yang memberikan kewenangan kepada seseorang untuk bertindak atas nama seseorang lainnya (a document that authorizes an individual to act on behalf of someone else). * Rachmad Setiawan dalam bukunya berjudul “Hukum Perwakilan dan Kuasa” mengatakan pengaturan tentang surat kuasa di KUHPerdata sebenarnya mengatur so

ANALISA S-W-O-T

ANALISA SWOT Oleh : MOHAMAD SHOLAHUDDIN, SH Analisa SWOT adalah sebuah bentuk analisa situasi dan kondisi yang bersifat deskriptif (memberi gambaran). Analisa ini menempatkan situasi dan kondisi sebagai sebagai faktor masukan, yang kemudian dikelompokkan menurut kontribusinya masing-masing. Satu hal yang harus diingat baik-baik oleh para pengguna analisa SWOT, bahwa analisa SWOT adalah semata-mata sebuah alat analisa yang ditujukan untuk menggambarkan situasi yang sedang dihadapi atau yang mungkin akan dihadapi oleh organisasi, dan bukan sebuah alat analisa ajaib yang mampu memberikan jalan keluar yang cespleng bagi masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi. Analisa ini terbagi atas empat komponen dasar yaitu : o Strength (S) kekuatan : adalah situasi atau kondisi yang merupakan kekuatan dari organisasi atau program pada saat ini. o Weakness (W) kelemahan : adalah situasi atau kondisi yang merupakan kelemahan dari organisasi atau program pada saat ini. o Opportunity (O) peluang : a