Langsung ke konten utama

KONTRADIKSI TERHADAP ASAZ PEMBUKTIAN TERBALIK

Asas pembuktian terbalik sempat mencuat dan menjadi perdebatan panjang dimasa Pemerintahan Gus Dur (Wong Asli Jombang ). Ketika itu, Gus Dur mengajukan draft Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) mengenai pembuktian terbalik, dalam penanganan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Namun berbagai kalangan merasa pesimis, akibat anggapan bahwa asas pembuktian terbalik melanggar hak-hak dasar seseorang yang dibentengi oleh asas praduga tak bersalah (presumption of innocence). Meski disambut terbuka dari berbagai pihak, namun Perpu ini akhirnya dibatalkan. Upaya yang sama juga pernah dilakukan oleh KPK. Untuk mempercepat pemberantasan korupsi, KPK mengusulkan penggunaan asas pembuktian terbalik pada tahun 2004 silam. Akan tetapi, hingga saat ini usulan tersebut kunjung tidak terealisasi. Banyak factor yang kemudian menjadi hambatan dalam upaya memasukkan mekanisme pembuktian terbalik dalam system hukum kita, antara lain :



Pertama, bahwa kewajiban beban pembuktian terbalik, tidaklah dikenal dalam system hukum kita. Celah untuk menggunakan asas pembuktian terbalik, telah dikunci rapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kita. Pada pasal 66 KUHAP ditegaskan bahwa, tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian”. Dengan demikian, seseorang yang telah disangkakan telah melakukan tindak pidana, tidak memiliki kewajiban untuk melakukan beban pembuktian terbalik.



Kedua, Penggunakan asas pembuktian terbalik, dianggap melanggar hak-hak dasar seseorang. Terlebih jika hal tersebut dikaitkan dengan asas presumption of innocence atau asas praduga tak bersalah. Dalam kovenan internasional, hal tersebut juga telah dinyatakan dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), yang telah diratifikasi melalui Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik). Dalam arti, ICCPR tersebut menjamin sepenuhnya hak seseorang untuk tidak dinyatakan bersalah sebelum terbukti secara hukum (non self incrimination). Pasal 14 Ayat (3) huruf g ICCPR menyebutkan bahwa, “Dalam penentuan tuduhan pelanggaran pidana terhadapnya, setiap orang berhak untuk tidak dipaksa memberikan kesaksian terhadap diri sendiri atau mengaku bersalah”.



Ketiga, adanya problematika hukum, yakni meski celah untuk memberlakukan asas pembuktian terbalik, terdapat pada sejumlah klausul Undang-undang kita, namun secara universal berlaku asas hukum “lex superior derogat legi inferiori” atau peraturan hukum yang tingkatannya lebih rendah, harus tunduk kepada peraturan hukum yang lebih tinggi. Atau dengan kata lain, peraturan tersebut tidak boleh melanggar ketentuan yang berada diatasnya. Dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Pasal 7 ayat (1), menyebutkan bahwa, jenis dan hierarki perundang-undangan terdiri dari : UUD 45, UU/Perpu, PP, Perpres dan Peraturan Daerah. Dengan demikian, aturan dalam bentu apapun untuk mengakomodasi asas pembuktian terbalik, akan dipersoalkan sebab melanggar ketentuan UUD 45 sebagai dasar tertinggi dalam penyelenggaraan hukum Negara kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NORMA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Ada 5 (Lima) Macam Meta Norma 1. Norma pengakuan (norma perilaku mana yang di dalam masyarakat hukum tertentu harus dipatuhi, misalnya larangan undang-undang berlaku surut); 2. Norma perubahan (norma yang menetapkan bagaimana suatu norma perilaku dapat diubah, misalnya undang-undang tentang perubahan); 3. Norma kewenangan (norma yang menetapkan oleh siapa dan dengan melalui prosedur yang mana norma perilaku ditetapkan dan bagaimana norma perilaku harus diterapkan, misalnya tentang kekuasaan kehakiman). 4. Norma definisi; dan 5. Norma penilaian. “ISI NORMA MENENTUKAN WILAYAH PENERAPAN” “ISI NORMA BERBANDING TERBALIK DENGAN WILAYAH PENERAPAN” Dalil di atas menyatakan bahwa semakin sedikit isi norma hukum memuat ciri-ciri, maka wilayah penerapannya semakin besar. Sebaliknya, semakin banyak isi norma hukum memuat ciri-ciri, maka wilayah penerapannya semakin kecil. Perumusan norma hukum digantungkan pada pembentuk peraturan, apakah akan memuat banyak ciri-ciri atau tidak. J

DIFINISI SURAT KUASA DAN SYARAT-SYARATNYA PEMBEUATAN SURAK KUASA KHUSUS

Penggunaan surat kuasa saat ini sudah sangat umum di tengah masyarakat untuk berbagai keperluan. Awalnya konsep surat kuasa hanya dikenal dalam bidang hukum, dan digunakan untuk keperluan suatu kegiatan yang menimbulkan akibat hukum, akan tetapi saat ini surat kuasa bahkan sudah digunakan untuk berbagai keperluan sederhana dalam kehidupan masyarakat. Apa sebenarnya definisi surat kuasa ? * Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga keluaran Balai Pustaka mendefinisikan surat kuasa sebagai “Surat yang berisi tentang pemberian kuasa kepada seseorang untuk mengurus sesuatu”. * Gramatikal bahasa Inggris, definisi surat kuasa atau Power of Attorney adalah sebuah dokumen yang memberikan kewenangan kepada seseorang untuk bertindak atas nama seseorang lainnya (a document that authorizes an individual to act on behalf of someone else). * Rachmad Setiawan dalam bukunya berjudul “Hukum Perwakilan dan Kuasa” mengatakan pengaturan tentang surat kuasa di KUHPerdata sebenarnya mengatur so

ANALISA S-W-O-T

ANALISA SWOT Oleh : MOHAMAD SHOLAHUDDIN, SH Analisa SWOT adalah sebuah bentuk analisa situasi dan kondisi yang bersifat deskriptif (memberi gambaran). Analisa ini menempatkan situasi dan kondisi sebagai sebagai faktor masukan, yang kemudian dikelompokkan menurut kontribusinya masing-masing. Satu hal yang harus diingat baik-baik oleh para pengguna analisa SWOT, bahwa analisa SWOT adalah semata-mata sebuah alat analisa yang ditujukan untuk menggambarkan situasi yang sedang dihadapi atau yang mungkin akan dihadapi oleh organisasi, dan bukan sebuah alat analisa ajaib yang mampu memberikan jalan keluar yang cespleng bagi masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi. Analisa ini terbagi atas empat komponen dasar yaitu : o Strength (S) kekuatan : adalah situasi atau kondisi yang merupakan kekuatan dari organisasi atau program pada saat ini. o Weakness (W) kelemahan : adalah situasi atau kondisi yang merupakan kelemahan dari organisasi atau program pada saat ini. o Opportunity (O) peluang : a